klik

Pages

Thursday 7 May 2015


IMUNISASI UNTUK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BAYI
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS DAN BAYI BARU LAHIR
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus Dan Bayi Baru Lahir
Yang Diampu Oleh Nurina Ayuningtyas, SST, M.Kes.



    Di Susun Oleh :   
Febby Laela Pangestika        (62013021)


AKADEMI KEBIDANAN BHAKTI PUTRA BANGSA PURWOREJO
2014







KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Imunisasi untuk pertumbuhan dan perkembangan Bayi”
Dalam menyelesaikan makalah ini tidak terlepas dari kerja sama teman-teman. Karena itu ucapan terima kasih saya sampaikan kepada kalian, atas kerja samanya, orang-orang terdekat atas pengertiannya dan pihak-pihak lain yang telah membantu saya dalam penyelesaian makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dimana sebagai manusia biasa tidak pernah luput dari kekhilafan seperti pepatah yang mengatakan “tiada gading yang tak retak, dan tak ada mawar yang tak berduri”, maka saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan. Dan saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.


Purworejo,  Oktober 2014
Penyusun









BAB I
PENDAHULUAN
I.    Latar Belakang
Selama dalam proses tumbuh kembang, anak memerlukan asupan gizi yang kuat, penilaian nilai agama dan budaya, pembiasaan disiplin yang konsisten dan upaya pencegahan. Salah satu upaya pencegahan penyakit, yaitu pemberian imunisasi. Pemahaman tentang imunisasi diperlukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan kebidanan terutama pada anak sehat  dan implikasi konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit.
Tujuan jangka pendek dari pelayanan imunisasi adalah pencegahan penyakit secara   perorangan atau kelompok, sedangkan tujuan jangka panjang adalah eradikasi atau eliminasi suatu penyakit.
Dari penyakit menular yang telah ditemukan, sampai saat ini di Indonesia baru tujuh macam yang diupayakan pencegahannya melalui program imunisasi yang selanjutnya kita sebut “Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)”
Sejak dimulainya program imunisasi di Indonesia pada tahun 1956, saat ini telah dikembangkan tujuh jenis vaksinasi yaitu BCG, Campak, Polio, DPT.

II.    Rumusan Masalah
1.    Apa saja definisi dari imunisasi?
2.    Apa saja macam imunisasi?
3.    Apa manfaat imunisasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi?
4.    Apa efek samping dari imunisasi?
5.    Apa saja penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi  ?
III.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui apa definisi dari imunisasi.
2.    Untuk mengetahui macam-macam imunisasi.
3.    Untuk mengetahui manfaat imunisasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi.
4.    Untuk mengetahui efek samping dari imunisasi.
5.    Untuk mengetahui penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan dalam upaya untuk mencegah timbulnya penyakit tertentu.
Imunisasi merupakan suatu sistem kekebalan yang diberikan pada manusia dengan bertujuan melindungi individu tersebut dari penyakit yang dapat membahayakan jiwa. Yang harus diketahui dari imunisasi adalah:
1.    Imunisasi melindungi anak terhadap beberapa penyakit berbahaya. Anak yang tidak mendapat imunisasi akan lebih mudah jatuh sakit dan menjadi cacat selamanya atau kurang gizi dan kemudian meninggal.
2.    Imunisasi tetap aman dilakukan bagi anak yang sedang sakit ringan, cacat atau kurang gizi.
3.    Semua ibu hamil, termasuk mereka yang sebelumnya pernah mendapatkan imunisasi, oerlu mendapatkan vaksinasi tetanus toxoid untuk melindungi diri dari tetanus. Sebaiknya berkonsultasi kepada petugas Puskesmas tentang imunisasi tetanus ini.
Sesuai dengan komitmen global saat ini, Indonesia sedang melaksanakan eliminasi Tetanus Neonatorum. Imunisasi ini diberikan pada semua wanita uasia subur termasuk ibu hamil sebanuyak 5 dosis. Wanita usia subur yang telah mendapatkan vaksin secara lengkap dan tepat, akan terlindungi seumur hidupnya dan bayinya akan terlindungi selama beberapa minggu setelah dilahirkan.
Setiap pemberian imunisasi harus menggunakan jarum dan alat suntik baru yang suci hama (steril). Masyarakat harus senantiasa mengingatkan hal ini kepada petugas.
Penyakit dapat menyebar dengan mudah apabila orang berkumpul bersama. Semua anak yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk seperti tempat pengungsian, bencana.

B.    Macam-macam imunisasi
Prinsip pemberian imunisasi dalam hal ini adalah memasukkan kuman yang telah dilemahkan ke dalam tubuh yang fungsinya untuk menangkal penyakit. Cara pemberian imunisasi ini adalah melalui suntikan ataupun oral (lewat mulut). Melalui imunisasi, beberapa penyakit bisa dilenyapkan seperti halnya penyakit cacar di tahun 1970-an. Sejarah pun telah mencatat, bahwasannya imunisasi menyelamatkan banyak generasi dan memperpanjang kemungkinan hidup seseorang. Di Indonesia, program imunisasi mulai dikenalkan pada 1956.
Berikut beberapa jenis imunisasi lengkap dan manfaat imunisasi yang diberikan antara lain adalah :
1.    Imunisasi Hepatitis B
Pemberian vaksinasi hepatitis B ini berguna untuk mencegah virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati dan bila hal itu terus terjadi sampai si anak dewasa akan bisa menyebabkan timbulnya penyakit kanker hati.
2.    Imunisasi BCG.
Pemberian vaksinasi dan juga imunisasi BCG ini bermanfaat dan berguna dalam rangka untuk mencegah timbulnya penyakit TBC. Dilakukan sekali pada bayi dengan sebelum usia 3 bulan. Biasanya dilakukan bila bayi berusia 1 bulan. Bila bayi telah berusia lebih dari 3 bulan dan belum mendapat imunisasi BCG maka harus dilakukan uji tuberkulin untuk mengetahui apakah bayi sudah terpapar bakteri TBC. Imunisasi bisa diberikan bila hasil tes tuberkulin negatif.
3.    Imunisasi DPT
Diberikan dalam rangka untuk pencegahan terjadinya penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus. Penyakit Difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan penyumbatan pernafasan, serta mengeluarkan racun yang dapat melemahkan otot jantung. Penyakit Pertusis yang dalam kondisi berat bisa menyebabkan terjadinya pneumonia.
Kuman Tetanus mengeluarkan racun yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot menjadi kaku, sulit bergerak dan bernafas. Kalau penyakit campak berat dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau bisa menyerang otak.
4.    Imunisasi Polio.
Ini adalah jenis vaksinasi yang pemberiannya melalui oral (mulut) dan manfaat imunisasi polio ini untuk mencegah penyakit polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan atau kecacatan. Imunisasi diberikan sebanyak 4 kali, yaitu saat bayi berusia 1 sampai 4 bulan.

5.    Imunisasi Campak.
Tujuan pemberian imunisasi campak ini adalah mencegah penyakit campak. Pemberiannya hanya sekali saja yaitu pada saat anak berusia 9 bulan. Pemberiannya dapat diulang pada saat anak masuk SD atau mengikuti program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yang dicanangkan pemerintah.
Untuk jadwal pemberian imunisasi berdasarkan atas usia bayi adalah sebagai berikut :
a.    Bayi Umur < 7 Hari : Hepatitis B (Hb)0.
b.    1 Bulan : BCG, Polio 1
c.     2 Bulan : DPT / HB1, Polio 2.
d.    3 Bulan : DPT / HB2, Polio 3.
e.    4 Bulan : DPT / HB3, Polio 4.
f.    9 Bulan : Campak.
Imunisasi bisa meningkatkan imunitas tubuh dan menciptakan kekebalan terhadap penyakit tertentu dengan menggunakan sejumlah kecil mikroorganisme yang dimatikan atau dilemahkan.
Tujuan imunisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Inilah yang dimaksud dengan pentingnya imunisasi bagi anak bayi kita semuanya.

C.    Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi adalah begitu banyak bagi kesehatan serta pertumbuhan perkemabangan anak-anak kita kelak di kemudian hari. Karena memang ketika bayi baru lahir saja sudah harus mendapatkan vaksinasi imunisasi bagi bayi baru lahir ini. Untuk itulah pentingnya kita mengenal akan berbagai jenis vaksinasi dan juga manfaat vaksinasi imunisasi bagi bayi balita buah hati kita masing-masing.
Tujuan pemberian imunisasi dasar lengkap pada saat bayi diharapkan akan memberikan fungsi serta manfaatnya dalam hal untuk melindungi bayi yang kadar imunitas tubuhnya masih sangat rentan dari penyakit yang bisa dan dapat untuk menyebabkan kesakitan, kecacatan, ataupun bahkan kematian bayi.
Imunisasi adalah merupakan bagian dari pemberian vaksin (virus yang dilemahkan) kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap jenis penyakit tertentu. Imunisasi merupakan suatu sistem kekebalan yang diberikan pada manusia dengan tujuan melindungi individu tersebut dari penyakit yang dapat membahayakan jiwa anak-anak kita.

D.    Efek Samping Dari Imunisasi
1.    DPT
Demam ringan, nyeri dan kadang bengkak pada daerah penyuntikan
2.    Campak
a.    Demam selama 1-2 hari pada hari ke 5-6
b.    Kadang timbul bercak pada kulit sekitar tempat penyuntikan
3.    BCG
Pembengkakan kelenjar regional menjadi pecah; ulkus, luka dibiarkan (tidak perlu diinsisiataupun kompres).
4.    Polio
Efek samping imunisasi polio adalah sebagai berikut :
a.    Sangat jarang, bila terjadi kelumpuhan ekstremitas segera konsul
b.    Diare
c.    Dehidrasi (tergantung derajat diare, biasanya hanya diare ringan).
5.    Hepatitis B
Tidak ada efek sampingnya.
Cara Penanganan efek samping/kejadian ikutan setalah pemberian imunisasi
1)    Bila timbul demam, lakukan:
·    Berikan kompres hangat (dahi, ketiak dan leher)
·    Beri banyak minum
·    Beri pakian yang tipis dan menyerap keringat
·    Ganti pakaina yang basah
·    Berikan obat  penurun panas sesuai anjuran dokter
2)    Bila timbul nyeri/bengkak dearah suntilkan, lakukan:
·    Beri kompres air  biasa ditempat sekitar suntikan
·    Diusap-usap sekitar daerah suntikan
·    Beri anak (ASI/mainan) agar dapat tidur
3)    Bila terjadi diare, lakukan:
·    Beri bayi banyak minum air putih, oralit, kuah sayur, sari buah, atau ASI.
·    Jangan berikan obat anti diare.
4)    Hal yang perlu mendapat perhatian setelah imunisasi:
·    Reaksi yang timbul pada imunisasi BCG dapat berupa koreng pada area    penyuntikan. Walau demikian tidak boleh dilakukan pengobatan terhadap luka, seperti memberinya obat oles, salep, bethadin, obat merah, dll. Karena hal tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan imunisasi.
·    Reaksi diare setelah imunisasi setelah imunisasi polio boleh diberikan ASI jika lama imunisasi sudah diberikan lebih dari 6 jam (tidak boleh mewmberikan ASI setelah imunisasi polio sebelum 6 jam berlalu).
·    Daerah yang disuntik tidak boleh dipijat, diberikan obat oles ataupun talk dan yang lainnya.
E.    Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
1.    TBC
Untuk mencegah timbulnya tuberkolosis (TBC) dapat dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCGadalah singkatan dari Basillus Calmatto Guenin. Di Negara yang telah maju, imunisasi BCG diberikan kepada mereka yang mempunyai resikokontak dengan penderita TBC dan uji tuberkulinya masih negative, misalnya dokter, mahasiswakedokteran, dan perawat. Uji tuberculin adalah suatu tes (uji) untuk mengetahui apakah seseorang telah memiliki zat anti terhadap penyakit TBC atau belum.Di Indonesia pemberian imunisasi BCG tidak hanya terbatas pada mereka yang memiliki resikotinggi mengingat tingginya kemungkinan infeksi kuman TBC. Imunisasi BCG diberikan padasemua bayi baru lahir sampai usia kurang dari dua bulan.
Penyuntikan biasanya dilakukandibagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis 0,05 ml reaksi yang mungkin timbulsetelah penyuntikan adalah :Kemerah-merahan disekitar suntikan, dapat timbul luka yang lama sembuh di daerah suntikan,dan terjadi pembengkakan di kelenjar sekitar daerah suntikan (biasanya di daerah ketiak).Bila terjadi hal tersebut di atas yang penting adalah menjaga kebersihan terutama daerah sekitar luka dan segera bawa ke dokter.
2.    Difteri, Pertusis dan Tetanus
Penderita difteri, pertusis, dan tetanus ini bila tidak segera mendapat pertolongan yang memadaimaka berakibat fatal. Imunisasi DPT dimaksudkan untuk mencegah ketiga penyakit tersebut diatas. Imunisasi dasar diberikan tiga kali, pertama kali bersama dengan BCG dan polio, kemudian berturut-turut dua kali dengan jarak masing-masing 4 minggu (1 bulan). Imunisasi ulangan dapatdilakukan 1 tahun setelah imunisasi ketiga dan pada saat usia masuk sekolah dasar (5-6 tahun).Imunisasi selanjutnya dianjurkan tiap lima tahun dengan imunisasi DT (tanpa pertusis).
3.    Poliomyelitis
Penderita poliomyelitis apabila terhindar dari kematian banyak yang menderita kecacatansehingga imunisasi sebagai usaha pencegahan sangat dianjurkan.Imunisasi polio di Indonesia dilakukan dengan cara meneteskan vaksin sabin sebanyak 2 tetes dimulut. Pertama kali diberikan bersama BCG dan DPT pertama pada usia dua bulan. Kemudiandiulang dengan jarak 4 minggu sebanyak 4 kali. Imunisasi ulangan dilakukan satu tahun, setelahimunisasi dasar ke-4 dan saat masuk SD (6-7 tahun). Imunisasi tambahan dapat diberikan apabilaada resiko kontak dengan virus ganas.
4.    Hepatitis B
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara vaksin hepatitis B yang dipakai untuk program pemerintah di Indonesia adalah vaksin buatan Korean Green Cross yang dibuat dari plasmadarah penderita hepatitis B. Adapula vaksin yang dibuat secara sintetis. Vaksin ini dibuat dari selragi, misalnya H-B Vak II yang dikembangkan oleh MSD (Merck Sharp dan Dohme).
5.    Campak
Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan melalui imunisasi. Imunisasi campak dilakukanketika bayi berumur sekitar 9 bulan. Imunisasi campak hanya dilakukan satu kali dankekebalannya bisa berlangsung seumur hidup. Imunisasi campak bisa diberikan sendiri atau bersama dalam imunisasi MMR(Sudarmanto,1997:22).


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Untuk melindungi bayi dan anak dari penyakit yang membahayakan fisik dan jiwa anak, maka mereka perlu diimunisasi.
Ibu hamil juga perlu mendapatkan imunisasi untuk melindungi diri sendiri beserta bayi yang dikandungnya terhadap tetanus. Maka peran suami, ibu, calon ibu, sanagt dibutuhkan demi melindungi bayi dan anak dari penyakit mematikan maupun cacat seumur hidup.

B.    Saran
1.    Tingkat pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2.    Jarak rumah ke Puskesamas tidak mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
3.    Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar, yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi akan berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
4.    Motivasi ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Yang berarti bahwa semakin baik motivasi ibu akan  berpengaruh meningkatkan kelengkapanimunisasi dasar pada bayi.
5.    Tenaga Kesehatan  Berupaya untuk meningkatan pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dasar bagi bayi sehingga ibu yang mempunyai bayi berusaha meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi melalui penyuluhanpenyuluhan di masyarakat.








DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Aziz Alimul.2008.Pengantar ilmu Kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC
http://harry-arudam.blogspot.com/2012/03/pengertian-imunisasi.html (diakses pada tanggal 8 Oktober 2014 )


RETENSIO SISA PLASENTA

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal yang diampu oleh Nurma Ika Z, S.S.T., M.Kes







Disusun oleh :

1.    Tri Wahyuningsih         (52012054)

2.    Arsita Dwi T                 (62013004)

3.    Chusnul Novitasari       (62013007)

4.    Dessy Puspita D            (62013011)

5.    Dewi Aprillita B P        (62013013)

6.    Elly Shovrotul K          (62013018)

7.    Febby laela P                (62013021)

8.    Larasati                         (62013030)



AKADEMI KEBIDANAN BHAKTI PUTRA BANGSA PURWOREJO

 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penyusun sehingga makalah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal ini yang berjudul “Retensio Sisa Plasenta” dapat selesai dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal, dimana sumber materi diambil dari beberapa media pendidikan, dan media internet guna menunjang keakuratan materi yang nantinya akan disampaikan.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan berguna bagi pembaca.

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

                                                                                              

Purworejo,   Maret 2015

                                                                                                Penyusun

















BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar belakang

Pada umumnya, plasenta lahir lengkap kurang dari setengah jam sesudah anak lahir. Namun pada saat dilakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta, kadang-kadang masih ada potongan-potongan plasenta yang tertinggal tanpa diketahui, inilah yang disebut plasenta rest atau sisa plasenta.

Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan, perdarahan ini merupakan salah satu faktor penyebab angka kematian ibu menjadi meningkat. Sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan perdarahan post partum dini dan perdarahan post partum lambat. Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.

B.     Rumusan masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan retensio sisa plasenta?

2.      Apa saja tanda bahaya retensio sisa plasenta?

3.      Bagaimana mendiagnosa masalah retensio sisa plasenta?

4.      Bagaimana penatalksanaan dari retensio sisa plasenta?

5.      Apa saja komplikasi dari retensio sisa plasenta?

C.     Tujuan

1.      Untuk mengetahui devinisi dari retensio sisa plasenta

2.      Untuk mengetahui tanda dan gejala retensio sisa plasenta

3.      Untuk mengetahui diagnosis dari retensio sisa plasenta

4.      Untuk mengetahui penatalaksanaan retensio sisa plasenta

5.      Untuk mengetahui komplikasi dari retensio sisa plasenta













BAB II

PEMBAHASAN

1.      Pengertian

Retensio sisa plasenta adalah plasenta tidak lepas sempurna dan meninggalkan sisa, dapat berupa fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan. Retensio sisa plasenta disebabkan oleh plasenta tertanam terlalu dalam sampai lapisan miometrium uterus. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiroharjo, 2005).

2.      Tanda dan Gejala Retensio Sisa Plasenta (Yeyeh Rukiyah, 2010) :

a.       Plasenta belum lahir setelah 30 menit

b.      Perdarahan segera

c.       Kontraksi uterus baik

d.      Tali pusat putus

e.       Inversi uterus akibat tarika

3.      Diagnosa

Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim (Depkes, 2007).

4.      Penatalaksanaan

a.       Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan dirumah skait dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

b.      Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau peroral.

c.       Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

    Komplikasi

Komplikasi retensio sisa plasenta adalah :

a.       Perdarahan

b.      Infeksi

c.       Kehilangan vaskuler berlebihan





























BAB III

TINJAUAN KASUS

Seorang ibu (umur 28 tahun) P1 A0 post partum hari ke-13 dengan retensio sisa plasenta.

Data dasar :

Data Subyektif :

a.       Ibu mengatakan mengeluarkan gumpalan darah sejak semalam

b.      Ibu mengatakan merasa lemas, berkunang-kunang dan gemetar

c.       Ibu mengatakan ini anak pertama, belum pernah keguguran

d.      Bayi lahir normal laki-laki (♂), spontan induksi karena kala I tak maju pada tanggal 23 April 2009 jam 12.10 WIB. Plasenta lahir spontan pukul 12.15 WIB

e.       Ibu mengatakan umurnya 28 tahun

Data Obyektif :

KU: baik

kesadaran: CM

TD: 100/ 70 mmHg

S: 36,4 C

N: 100 x/ menit

R: 28 x/ menit

Payudara : Kolostrum sudah keluar, ibu sudah menyusui bayinya

Abdomen : TFU pertengahan pusat-simpisis, kontraksi lembek

Lochea : Rubra

Jahitan perineum kering





BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri   berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya.

B.     Saran

Dalam penyusunan makalah ini mahasiswa D3 Prodi Kebidanan dapat memahami tentang retensio sisa plasenta sesuai dengan pembelajaran yang telah di tetapkan.





















DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, H 2008 . ilmu kebidanan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Yeyeh, A. R. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : TIM

Monday 4 May 2015

METODE LENDIR SERVIKS DAN METODE SYMPTO THERMAL
 KESEHATAN REPRODUKSI DAN KELUARGA BERENCANA
Disusun untuk memenuhi tugas Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana yang diampu oleh Nur Sholichah S.S.iT.,M.Kes



Oleh :
1.      Danny Wahyuningtyas              (62013008)
2.      Febby Laela Pangestika             (62013021)
3.      Heny Eko Noviyanti                  (62013025)


AKADEMI KEBIDANAN BHAKTI PUTRA BANGSA PURWOREJO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Metode Lendir Serviks atau lebih dikenal sebagai Metode Ovulasi Billings/MOB atau metode dua hari mukosa serviks dan metode Simtomtermal adalah yang paling efektif. Cara yang kurang efektif misalnya Sistem Kalender atau pantang berkala dan Metode Suhu Basal yang sudah tidak diajarkan lagi oleh pengajar KBA. Hal ini disebabkan oleh kegagalan yang cukup tinggi (>20%) dan waktu pantang yang lebih lama. Lagi pula sudah ada cara lain yang lebih efektif dan masa pantang lebih singkat. Di Indonesia dengan surat dari BKKBN Pusat kepada BKKBN Provinsi dengan SK 6668/K.S. 002/E2/90.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan KB lendir serviks ?
2.      Apa yang di maksud dengan metode sintronetral ?
3.      Apa keuntungan dari KB lendir serviks ?
4.      Apa kerugian dari KB lendir serviks ?
5.      Apa keuntungan dari metode sintronetal ?
6.      Apa kerugian dari metode sintronetal ?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui KB lendir serviks
2.      Untuk mengetahui metode sintronetal
3.      Untuk mengetahui keuntungan KB lendir servis
4.      Untuk mengetahui kerugian KB lendir serviks
5.      Untuk mngetahui keuntungan dari metode sintronetal
6.      Untuk mngetahui kerugian dari metode sintronetal

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Metode Lendir Serviks
1.      Pengertian
Metode ovulasi dikembangkan pada tahun 1950 an oleh dua orang doctor warga Negara australi yaitu Drs. Evelin dan johan bellings kemudian diperkenalkan ke amerika serikat pada awal tahun 1970 an. Metode lendir cevic (metode ovulasi billings/MOB) metode kontrasepsi dengan menghubungkan pengawasan terhadap perubahan lendir servik wanita yang dapat di deteksi divulva. Metode ovulasi didasarkan pada pengenalan terhadap perubahan lerdir servik selama siklus menstruasi yang menggambarkan masa subur dalam servik dan waktu vertilitas maksimal dalam masa subur.
2.      Dasar
Perubahan siklis dari lendir serviks yang terjadi karena perubahan kadar estrogen. Pola yang diindentifikasi menunjukkan bahwa individu wanita dapat memperkirakan masa ovulasi dengan cukup akurat tanpa harus memperhatikan perubahan suhu basal tubuh. Perubahan pola tersebut antara lain :
a.       hari-hari kering :
setelah darah haid bersih kebanyakan ibu mempunyai 1 sampai beberapa hari tidak terlihat adanya lendir dan daerah vagina terasa kering.
b.      hari-hari subur :
            Ketika terobservasi adanya lendir sebelum ovulasi, ibu dianggap subur ketika terlihat adanya lendir, walaupun jenis lendir yang kental dan lengket. Lendir subur yang basah dan licin mungkin sudah ada servik.
c.       hari puncak
           Adalah hari terakhir adanya lendir licin, mulur dan adanya perasaan basah.
           Kenali masa subur dengan memantau lendir yang keluar dari vagina, pengamatan dilakukan sepanjang hari dan ambil kesimpulan pada malam hari. Periksa lendir dengan jari tangan atau tissue di luar vagina dan perhatikan perubahan perasaan kering basah. Tidak dianjurkan untuk periksa kedalam vagina.
           Untuk menggunakan metode lendir servik (MOB), seseorang wanita harus belajar mengenali pola kesuburan dan pola ketidak suburan. Untuk menghindari kekeliruan dan untuk menjamin keberhasilan pada awal masa belajar, pasangan diminta secara penuh tidak bersenggama pada satu siklus haid, untuk mengenali pola kesuburan dan ketidak suburan.
3.     Efektifitas
Angka kegagalan metode kontrasepsi sederhana MOB ini adalah 0,4 – 39,7 per 100 wanita pertahun.
4.      Keuntungan lendir servik
a.       Dalam kendali wanita
b.      Memberikan kesempatan pada pasangan menyentuh tubuhnya
c.       Meningkatkan kesadaran terhadap perubahan pada tubuhnya
d.      Memperkirakan lendir yang subur sehingga memungkinkan kehamilan
e.       Dapat digunakan mencegah kehamilan
5.      Kerugian/kekurangan metode lendir servik
a.       Membutuhkan komitmen
b.      Perlu diajarkan oleh spesialis KB alami
c.       Dapat membutuhkan 2-3 siklus untuk mempelajari metode
d.      Infeksi vagina dapat menyulitkan identifikasi lendir yang subur
e.       Beberapa obat yang digunakan mengobati flue dan sebagainya dapat menghambat produksi lendir serviks
f.       Melibatkan sentuhan pada tubuh, yang tidak disukai beberapa wanita
g.      Membutuhkan pantang
6.      Teknik penggunaan metode lendir servik :
a.       Catatlah setiap kali pengamatan dilakukan dengan suatu rangkaian kode misalnya stiker atau tinta yang berwarna ataupun tulisan tangan. Contoh kode yang dipakai untuk mencatat kesuburan:
1)      Pakai tanda * atau merah untuk menandakan perdarahan atau haid
2)      Pakai huruf K atau hijau untuk menandakan perasaan kering
3)      Gambar suatu tanda @ & atau biarkan kosong untuk memperlihatkan lendir subur yang basah, jernih, licin dan mulur
4)      Pakai huruf L atau warna kuning untuk memperlihatkan lendir tak subur yang kental, putih, keruh dan lengket.
b.      Periksa lendir setiap kali kebelakang dan sebelum tidur, kecuali ada perasaan sangan basah waktu siang. Setiap malam sebelum tidur, tentukan tingkat yang paling subur dan beri tanda pada catatan untuk kode yang sesuai. Lendir mungkin akan berubah pada hari yang sama.
c.       Abstinen/ pantang senggama paling sedikit 1 siklus sehingga klien akan mengenali hari-hari lendir, mengenali pola kesuburan dan pola ketidak suburan dengan bimbingan pelatih
d.      Hindari senggama pada waktu haid
e.       Pada hari kering setelah haid, aman untuk bersenggama selang 1 hari
f.       Hindari senggama segera setelah ada lendir jenis apa juga atau perasan basah muncul
g.      Tandai hari terakhir dengan lendir jernih, licin dan mulur dengan tanda X. Ini adalah hari puncak (hari ovulasi)
h.      Setelah hari puncak, hindari senggama untuk 3 hari berikut siang dan malam. Pagi hari ke4 setelah kering, ini adalah hari-hari aman untuk bersenggama sampai hari haid berikutnya
B.     Metode Sympto Thermal
1.      Definisi
Metode kontrasepsi yang dilakukan dengan mengamati perubahan lendir dan perubahan suhu badan tubuh.
2.      Dasar
Kombinasi antara bermacam metode KB alamiah untuk menentukan masa subur/atau ovulasi
3.      Efektivitas metode sympto thermal
Angka kegagalan metode sympto thermal ini adalah 4,9-34,4 kehamilan pada 100 wanita per 100.
4.      Keuntungan metode sympto thermal
a.       Untuk pasangan suami istri yang menginginkan kehamilan, metode ini dapat menentukan hari-hari subur istri sehingga senggama dapat direncanakan pada saat-saat itu (disarankan untuk bersenggama selang sehari mulai dari hari ke 9 sampai suhu basal badan mencapai temperature yang kas)
b.      Dapat digabungkan dengan metode-metode kontrasepsi lain misal dengan metode barier
5.      Kontraindikasi metode sympto thermal
Umumnya merupakan kontraindikasi relative :
a.       Siklus haid yang teratur
b.      Siklus yang an-ovulatoir
c.       Kurve suhu badan yang tidak teratur
6.      Efek samping dan komplikasi metode sympto thermal
Efek samping dan komplikasi langsung tidak ada. Persoalan timbul bila terjadi kegagalan/ kehamilan, karena ada data-data yang menunjukkan timbulnya kelainan janin sehubungan dengan terjadinya fertilisasi oleh spermatozoa dan ovum yang berumur tua/ terlalu matang.
7.      Tehnik menggunakan metode sympto thermal
a.       Klien dapat menentukan masa subur dengan mengamati suhu tubuh dan lendir servik
b.      Setelah darah haid berhenti, ibu dapat bersenggama pada malam hari dan pada hari kering dengan berselang sehari selama tak subur
c.       Masa subur mulai ketika ada perasaan basah atau muncul lendir
d.      Pantang bersenggama sampai hari puncak dan aturan perubahan suhu telah terjadi
e.       Apabila aturan ini tidak mengindentifikasi hari yang sama sebagai akhir masa subur, selalu ikuti aturan paling konservatif, yaitu aturan yang mengidentifikasi masa subur yang paling panjang.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Metode lendir cevic (metode ovulasi billings/MOB) metode kontrasepsi dengan menghubungkan pengawasan terhadap perubahan lendir servik wanita yang dapat di deteksi divulva.
Metode sympto thermal adalah metode kontrasepsi yang dilakukan dengan mengamati perubahan lendir dan perubahan suhu badan tubuh.
B.     Saran
Sebaiknya para wanita memilih alat kontrasepsi yang benar dan tepat sesuai dengan kebutuhannya.











DAFTAR PUSTAKA
Handayani,sri.2010.Pelayanan Keluarga Berencana.Yogyakarta: Pustaka Rihana.
Siti Mulyani, M dan Rinawati, M.2013.Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi. Yogyakarta:Nuha Medika.


 
Copyright (c) 2010 Diary Ku. Design by WPThemes Expert

Themes By Buy My Themes and Direct Line Insurance.